Chapter 5
: Pengelolaan Limbah di Berbagai Industri
TINJAUAN
MATA KULIAH
1. Bab ini berisi tentang ulasan proses, karakter limbah
dan pengelolaan limbah di berbagai industri, seperti industri logam, tekstil,
pangan, farmasi, dll.
2. Manfaat dan tujuan pembelajaran bab ini adalah agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang pengelolaan limbah di berbagai industri.
5.1 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI LOGAM
Air limbah industri berbasis logam mempunyai sifat dan karakteristik berbeda-beda
tergantung pada jenis proses yang digunakan. Umumnya limbah industri berbasis
logam mempunyai sifat asam atau alkali yang mengandung sianida beracun dan
logam. Pembuangan lemak dengan pelarut membuat pelarut itu sendiri menjadi
limbah dan kebanyakan pelarut itu berbahaya terhadap lingkungan.
Salah satu contoh industri berbasis logam adalah elektroplating.
Kegiatan elektroplating selain menghasilkan produk yang berguna, juga
menghasilkan limbah padat dan cair serta emisi gas. Limbah padat berasal dari
kegiatan polishing maupun penghilangan kerak, limbah cair berupa air limbah
berasal dari pencucian, pembersihan dan proses plating. Air limbah yang dihasilkan
banyak mengandung logam-logam terlarut, pelarut dan senyawa organik maupun
anorganik terlarut lainnya.
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara fisika, kimia, elektrokimia,
dan biologi. Jenis pengolahan yang digunakan tergantung dari karakteristik
senyawa-senyawa yang ada pada air limbah. Pengolahan secara fisika didasarkan
pada karakteristik fisika dari air limbah, dilakukan dengan cara sedimentasi,
filtrasi, adsorpsi, evaporasi, penukaran ion, dan pemisahan menggunakan
membran. Partikel-partikel padat dalam bentuk padatan tersuspensi dalam air
limbah dapat diendapkan secara langsung berdasarkan gaya berat dan ukuran
partikel. Ukuran partikel yang kecil sulit mengendap sehingga diperlukan penambahan
koagulan seperti tawas (Alum), Ferisulfat, Poli aluminium klorida (PAC = Poly
Aluminium Chloride). Dengan penambahan koagulan partikel-partikel akan menempel
pada flok koagulan selanjutnya akan dapat mengendap. Pengaturan pH pada koagulasi
ini dilakukan dengan penambahan soda atau kapur. Pengolahan dengan bantuan mikrobiologi dapat
dilakukan untuk jenis air limbah yang mengandung senyawa organik mudah terurai
(degradable). Senyawa-senyawa organik akan teruraikan menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Adanya logam berat seringkali merupakan racun bagi
mikroba, sehingga perlu dilakukan pengolahan pendahuluan dengan cara fisika
sebelum dilakukan pengolahan secara biologi.
ELEKTROKOAGULASI
Koagulasi dan flokulasi
adalah metode tradisional pada pengolahan air limbah. Pada proses ini bahan
koagulan seperti alum atau feri klorida dan bahan aditif lain seperti
polielektrolit ditambahkan dengan dosis tertentu untuk menghasilkan
persenyawaan yang berpartikel besar sehingga mudah dipisahkan secara fisika.
Ini merupakan proses dengan tahap yang banyak sehingga memerlukan area lahan
yang luas dan ketersediaan bahan kimia secara terusmenerus (continous).
Sebuah metode yang lebih efisien dan murah untuk mengolah air limbah dengan
jenis polutan yang bervariatif serta meminimisasi bahan aditif adalah
diperlukan dalam managemen keberlanjutan air. Elektrokoagulasi adalah metode
pengolahan yang mampu menjawab permasalahan tersebut.
Proses elektrokoagulasi
terbentuk melalui pelarutan logam dari anoda yang kemudian berinteraksi secara
simultan dengan ion hidroksi dan gas hydrogen yang dihasilkan dari katoda.
Elektrokoagulasi telah ada sejak tahun 1889 yang dikenalkan oleh Vik et al
dengan membuat suatu instalasi pengolahan untuk limbah rumah tangga (sewage).
Tahun 1909 di United Stated, J.T. Harries telah mematenkan pengolahan
air limbah dengan sistem elektrolisis menggunakan anoda alumunium dan besi.
Matteson (1995) memperkenalkan “Electronic Coagulator”dimana arus
listrik yang diberikan ke anoda akan melarutkan Alumunium ke dalam larutan yang
kemudian bereaksi dengan ion hidroksi (dari katoda) membentuk aluminium
hidroksi. Hidroksi mengflokulasi dan mengkoagulasi partikel tersuspensi
sehingga terjadi proses pemisahan zat padat dari air limbah. Proses yang mirip
juga telah dilakukan di Brittain tahun 1956 (Matteson et al., 1995) hanya anoda
yang digunakan adalah besi dan digunakan untuk mengolah air sungai.
Sekarang ini
elektrokoagulasi telah dipasarkan oleh beberapa perusahaan di beberapa negara.
Bermacam-macam desain telah dibuat namun tak ada yang dominan. Seringnya unit
elektrokoagulasi digunakan untuk menggantikan bahan kimia dan jarang yang
memanfaatkan gas hidrogen untuk proses flotasi. Sebuah arus yang dilewatkan ke
elektroda logam maka akan mengoksidasi logam (M) tersebut menjadi logam kation
(M+), sedangkan air akan mengalami reduksi menghasilkan gas hidrogen
(H2) dan ion hidroksi (OH-). Persamaan reaksinya adalah
sebagai berikut :
Kation menghidrolisis di
dalam air membentuk sebuah hidroksi dengan spesies dominan yang tergantung pada
kondisi pH larutan. Untuk kasus anoda alumunium maka reaksi yang terjadi adalah
:
Kation bermuatan tinggi
mendestabilisasi beberapa partikel koloid dengan membentuk polivalen
polihidroksi komplek. Senyawa komplek ini mempunyai sisi yang mudah diadsorbsi,
membentuk gumpalan (aggregates) dengan polutan. Pelepasan gas hidrogen
akan membantu pencampuran dan pembentukan flok. Flok yang dihasilkan oleh gas
hidrogen akan diflotasikan kepermukaan reaktor.
Ada beberapa macam
interaksi spesies dalam larutan pada proses elektrokoagulasi, yaitu:
1. Migrasi ke elektroda yang bermuatan berlawanan (electrophoresis)
dan penggabungan (aggregation) untuk membentuk senyawa netral.
2. Kation atau ion hidroksi (OH-) membentuk endapan
dengan polutan.
3. Logam kation berinteraksi dengan OH- membentuk
hidroksi, yang mempunyai sisi yang mengadsorbsi polutan (bridge coagulation)
4. Hidroksi membentuk struktur besar dan membersihkan
polutan (sweep coagulation)
5. Oksidasi polutan sehingga mengurangi toxicitinya
6. Penghilangan melalui elektroflotasi dan adhesi
gelembung udara.
Proses ini dapat mengambil
lebih dari 99% kation beberapa logam berat dan dapat juga membunuh
mikroorganisme dalam air. Proses ini juga dapat mengendapkan koloid-koloid yang
bermuatan dan menghilangkan ion-ion lain, koloid-koloid, dan emulsi-emulsi
dalam jumlah yang signifikan. (Renk, 1989; Duffey, 1983; Fraco, 1974)
Aplikasi yang potensial
pada bidang pertanian dan perbaikan kualitas hidup masyarakat pedesaan adalah
untuk menghilangkan bakteri patogen dalam air minum dan untuk dekontaminasi air
pencuci pada pemrosesan makanan.
Koagulasi adalah salah
satu operasi fisiokimia terpenting yang digunakan dalam pengolahan air. Ini
adalah sebuah proses yang digunakan untuk destabilisasi dan penggumpalan
partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar.
Kontaminan-kontaminan air seperti ion-ion (logam berat) dan koloid (organik dan
anorganik) terdapat dalam larutan utamanya disebabkan oleh muatan listrik.
Molekul koloid dapat didestabilisasi dengan cara menambahkan ion-ion yang
muatannya berlawanan dengan muatan koloid tersebut (Benefield, et al.,1982).
Destabilisasi koloid tesebut akan menghasilkan flok dan kemudian dipisahkan
dengan flotasi, sedimentasi dan/atau filtrasi.
Koagulasi dapat diperoleh
dengan cara kimia maupun listrik. Koagulasi kimiawi sekarang ini menjadi kurang
diminati karena biaya pengolahan yang tinggi, menghasilkan volume lumpur yang
besar, pengelompokan logam hidroksida sebagai limbah berbahaya, dan biaya untuk
bahan kimia yang membantu koagulasi. Koagulasi kimiawi telah digunakan selama
puluhan tahun untuk mendestabilisasi suspensi dan untuk membantu pengendapan
spesies logam yangterlarut. Alum, lime, dan/atau polimer-polimer
lain adalah koagulan-koagulan kimia yang sering digunakan. Proses ini,
bagaimanapun, cenderung menghasilkan sejumlah besar lumpur dengan kandungan
ikatan air yang tinggi yang dapat memperlambat proses filtrasi dan mempersulit
proses penghilangan air (dewater). Proses ini juga cenderung
meningkatkan kandungan TDS dalam effluent, sehingga menyebabkan proses
ini tidak dapat digunakan dalam aplikasi industri.(Benefield, 1982)
Elektro-koagulasi
seringkali dapat menetralisir muatan-muatan partikel dan ion, sehingga bisa
mengendapkan kontaminan-kontaminan, menurunkan konsentrasi lebih rendah dari
yang bisa dicapai dengan pengendapan kimiawi, dan dapat menggantikan dan/atau
mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang mahal (garam logam, polimer). Meskipun
mekanisme elektro-koagulasi mirip dengan koagulasi kimiawi dalam hal spesies
kation yang berperan dalam netralisasi muatan-muatan permukaan, tetapi
karakteristik flok yang dihasilkan oleh elektro-koagulasi berbeda secara
dramatis dengan flok yang dihasilkan oleh koagulasi kimiawi. Flok dari
elektro-koagulasi cenderung mengandung sedikit ikatan air, lebih stabil dan
lebih mudah disaring (Woytowich, 1993). Setelah pengolahan dengan cara
elektrokoagulasi ini dapat dilanjutkan dengan pengolahan fisik secara flotasi.
Proses-proses lain
diperlukan untuk menghilangkan minyak bebas yang tertinggal dari pemisahan
secara gravitasi atau kandungan minyak teremulsikan. Flotasi merupakan salah
satu metode terbaik untuk memisahkan atau menghilangkan minyak teremulsikan
pada air limbah. Metode ini mampu bekerja pada konsentrasi minyak 5 – 100 mg/l.
Proses flotasi terdiri dari pipa penghasil gelembung udara yang kemudian
dilewatkan pada media air limbah sehingga terjadi gaya dorong ke arah
permukaan. Ketika gelembung bergerak ke atas, gelembung mengikat partikel padat
(solid) dan minyak untuk didorong ke permukaan. (Metcalf, 1991)
5.2 PENGELOLAAN
LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL
Limbah tekstil merupakan limbah yang
dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji,
penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses
penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasil kan limbah yang lebih
banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan
sistesis.
Gabungan air limbah pabrik tekstil di
Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD.
Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat
alam menghasilkan beban yang lebih besar. Beban tiap ton produk lebih besar
untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar
dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton. Informasi tentang banyaknya
limbah produksi kecil batik tradisional belum ditemukan.
Proses
Pembuatan Tekstil
Serat buatan dan serat alam (kapas)
diubah menjadi barang jadi tekstil dengan menggunakan serangkaian proses. Serat
kapas dibersihkan sebelum disatukan menjadi benang. Pemintalan mengubah serat
menjadi benang. Sebelum proses penenunan atau perajutan, benang buatan maupun
kapas dikanji agar serat menjadi kuat dan kaku. Zat kanji yang lazim digunakan
adalah pati, perekat gelatin, getah, polivinil alkohol (PVA) dan karboksimetil
selulosa (CMC). Penenunan, perajutan, pengikatan dan laminasi merupakan proses
kering.
Sesudah penenunan serat dihilangkan
kanjinya dengan asam (untuk pati) atau hanya air (untuk PVA atau CMC).
Penghilangan kanji pada kapas dapat memakai enzim. Sering pada waktu yang sama
dengan pengkanjian, digunakan pengikisan (pemasakan) dengan larutan alkali
panas untuk menghilangkan kotoran dari kain kapas. Kapas juga dapat
dimerserisasi dengan perendaman dalam natrium hidroksida, dilanjutkan
pembilasan dengan air atau asam untuk meningkatkan kekuatannya.
Penggelantangan dengan natrium
hipoklorit, peroksida atau asam perasetat dan asam borat akan memutihkan kain
yang dipersiapkan untuk pewarnaan. Kapas memerlukan pengelantangan yang lebih
ekstensif daripada kain buatan (seperti pendidihan dengan soda abu dan
peroksida).
Pewarnaan serat, benang dan kain dapat
dilakukan dalam tong atau dengan memakai proses kontinyu, tetapi kebanyakan
pewarnaan tekstil sesudah ditenun. Di Indonesia denim biru (kapas) dicat dengan
zat warna. Kain dibilas diantara kegiatan pemberian warna. Pencetakan
memberikan warna dengan pola tertentu pada kain diatas rol atau kasa.
Sumber
Limbah
Larutan
penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia
pengkanji dan penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, asam. Penghilangan kanji
biasanya memberi kan BOD paling banyak dibanding dengan proses-proses lain.
Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain adalah sumber limbah
cair yang penting, yang menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi
dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan limbah cair dengan volume
besar, pH yang sangat bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung pada
proses dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air
limbah yang berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang
dipakai, seperti fenol dan logam. Di Indonesia zat warna berdasar logam (krom)
tidak banyak dipakai. Proses pencetakan menghasilkan limbah yang lebih sedikit
daripada pewarnaan. Jenis-jenis
limbah yang terkandung dalam keluaran proses-proses tersebut antara lain :
1.
Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn.
2. Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing)
3. Pigmen, zat warna dan pelarut organik
4. Tensioactive (surfactant)
2. Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing)
3. Pigmen, zat warna dan pelarut organik
4. Tensioactive (surfactant)
Penanganan Limbah
- Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
- Pengukur dan pengatur laju alir
- Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan
- Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran
- Pengurangan pemakaian air masing-masing proses
- Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat
- Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan (make-up) dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat penangas pemasakan atau penggelantangan)
- Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu)
- Pembilasan dengan aliran berlawanan
- Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus diperiksa pula :
- Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
- Penggelantangan dengan peroksida menghasilkan limbah yang kadarnya kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
- Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.
- Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya. Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.
- Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit). Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi.
Jika pabrik menggunakan
pewarnaan secara terbatas dan menggunakan pewarna tanpa krom atau logam lain,
maka gabungan limbah sering diolah dengan pengolahan biologi saja, sesudah
penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi yang telah terbukti efektif ialah
laguna aerob, parit oksidasi dan lumpur aktif. Sistem dengan laju alir rendah
dan penggunaan energi yang rendah lebih disukai karena biaya operasi dan
pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik adalah cara yang murah akan tetapi
efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat rendah, diperlukan lagi
pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki daya kerjanya.
Untuk memperoleh BOD, COD,
padatan tersuspensi, warna dan parameter lain dengan kadar yang sangat rendah,
telah digunakan pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan menggunakan karbon
aktif, saringan pasir, penukar ion dan penjernihan kimia.
Pemanfaatan Limbah
Industri tekstil tidak
banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan pengolahan
limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah lain
yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks.
Alternatif pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain
yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan
sebagai isi bantal dan boneka sebagai pengganti dakron.
Lumpur dari pengolahan fisik
atau kimia harus dihilangkan airnya dengan saringan plat atau saringan sabuk
(belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak mengandung krom atau logam lain,
lumpur dapat ditebarkan diatas tanah. Jika lumpur mengandung logam, maka ia
harus disimpan ditempat yang aman, sampai ada suatu tempat pengolahan limbah
berbahaya yang dikembangkan di Indonesia, dan yang ada pada saat ini adalah
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3) di Cilengsi, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat.
5.3 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI PANGAN
Limbah
industri pangan pada umumnya merupakan limbah yang berbeban rendah dan
mempunyai kuantitas volume yang tinggi. Berbeda dengan limbah industri
peternakan yang merupakan sektor pangan juga, yaitu berbeban berat dan mempunyai
kuantitas volume yang rendah. Pengetahuan atas sifat-sifat limbah ini ditujukan
untuk menetapkan metode penanganan atau pembuangan limbah yang efektif dan juga
untuk merancang fasilitas yang diperlukan untuk mengelola pengeluaran limbah
tersebut. Hali ini diperlukan karena perlakuan yang tidak tepat untuk
pengolahan limbah industri pangan ini akan menimbulkan bau dan polusi lainnya.
Limbah cair pengolahan
pangan memiliki karakteristik sebagai berikut : mempunyai kandungan nitrogen rendah, BOD dan
padatan tersuspensi tinggi dan berlangsung dg proses dekomposisi cepat.
Limbah cair yang masih segar memiliki karakteristik pH
yang mendekati netral dan selama penyimpanan pH mjd turun. Limbah pangan
dihasilkan dari pencucian, pemotongan, blanching, pasteurisasi,
pembuatan jus bahan mentah, pembersihan peralatan pengolahan dan pendinginan
produk akhir.
Sangat
banyak industri yang bergerak di sektor pangan. Ada beberapa industri pangan
yang umumnya menghasilkan limbah, industri-indutri tersebut antara lain :
·
Industri
pengolahan buah dan sayur
·
Industri
pengolahan daging dan unggas
·
Industri
pengolahan susu
·
Industri
pengolahan hasil laut
·
Dll
A. INDUSTRI PENGOLAHAN BUAH DAN SAYUR
Pada industri
pengolahan buah dan sayur menghasilkan limbah yang bervariasi. Volume air
limbah dan kekuatan organik mempunyai kisaran yang lebar dan bervariasi, karena
adanya perbedaan cara pengolahan produk yang sama. Instalasi pengolahan limbah
pada industri ini dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
sewaktu-waktu untuk mengolah limbah dengan volume yang besar. Aliran limbah dan
sifat polusi dari limbah dapat direduksi melalui proses operasi pengolahan yang
ketat.
Industri
buah dan sayuran biasanya menghasilkan volume zat cair yang besar dan limbah
padat. Effluennya
mengandung beban organik tinggi, cleansing dan blanching agent, garam, dan
padatan tersuspensi seperti serat dan partikel tanah. Limbah mungkin juga mengandung residu pestisida dicuci
dari bahan baku. Limbah padat utama adalah bahan organik, termasuk
buah-buahan dan sayuran dibuang. Masalah Bau dapat terjadi karena manajemen
yang buruk.
Karakteristik limbah dari
industri pengolahan buah dan sayur memiliki perbedaan yang disebabkan perbedaan
jenis bahan baku, dan proses produksi yang dilakukan. Namun demikian terdapat
persamaan yaitu mempunyai kadar pH yang tinggi karena penggunaan kaustik
seperti alkali dalam proses pengupasan kulit. Karakteristik lainnya yang
relatif sama yaitu kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari padatan
tersuspensi dan bahan organik yang tinggi. Berikut ini ditampilkan tabel target
buangan air limbah dari industri pengolahan buah dan sayuran. Adapun baku mutu
limbah industri pengolahan buah dan sayur seperti yang di tampilkan oleh Tabel
8.
Untuk mengurangi
pencemaran lingkungan akibat limbah dari industri pengolahan buah dan sayur ini
ada beberapa cara yang bias dilakukan, yaitu :
·
Mereduksi
kebutuhan air segar
·
Upaya
pemisahan limbah konsentrasi tinggi dengan separasi
·
Modifikasi
proses untuk meminimumkan limbah
·
Pendididkan
personalia mengenai pengendalian polusi dan penghematan air pH tinggi, karena
penggunaan alkali dalam pengupasan kulit
Tabel 8. Target Buangan Air Limbah Industri Pengolahan
Buah dan Sayuran
(milligrams
per liter, kecuali pH)
B. INDUSTRI PENGOLAHAN DAGING
Kategori industri yang
termasuk dalam pengolahan daging adalah industri yang melakukan kegiatan
penyembelihan hewan, mengolah karkas menjadi daging segar, kaleng atau produk lainnya.
Industri pengolahan daging berpotensi untuk menghasilkan limbah padat dan air
limbah dalam jumlah besar dengan kandungan BOD dapat mencapai 600 mg/l. Pada
proses pemotongan hewan BOD mencapai 8.000 mg/liter dan suspended solid (SS)
mencapai 800 mg/liter atau lebih. Selain itu pada kegiatan ini juga dihasilkan
bau yang menyengat.
Limbah cair Rumah Potong
Hewan dihasilkan dari kegiatan pengkandangan dan pemotongan ternak. Dari
pengkandangan ternak limbah cair dihasilkan dari kegiatan pencucian/sanitasi
kandang, urine ternak dan air atau limbah cair yang terkontaminasi limbah padat
(sisa pakan dan kotoran ternak). Karakteristik limbah cair yang biasa
dikeluarkan oleh RPH dapat dilihat pada Tabel 9.
Dari kegiatan pemotongan ternak, limbah cair yang
dihasilkan meliputi:
darah dari penyembelihan,
air limbah pencucian ruang pemotongan,
air limbah pencucian jeroan, dan
cairan rumen.
Tabel 9. Karakteristik Limbah Cair RPH
Berdasarkan karekteristiknya, limbah cair dari kegiatan
RPH adalah mengandung bahan organik, padatan tersuspensi, lemak, nitrogen dan
fosfor. Berikut ini ditampilkan karakteristik limbah cair RPH dari kegiatan
pengkandangan dan pemotongan ternak.
C. INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU
Sumber
utama limbah cair industri susu adalah produk yang hilang selama operasi
pencucian yang dilakukan secara intensif selama proses produksi. Limbah cair
yang berasal dari industri susu karakteristiknya tidak jauh berbeda dari
perusahaan makanan lainnya. Tetapi limbah cair yang berasal dari industri susu
mempunyai karakteristik khas yaitu kerentanannya terhadap bakteri pengurai.
Dengan demikian limbah cair industri susu akan mudah mengalami pembusukan.
Limbah susu terdiri dari
susu penuh, whey dari produksi keju, dan air pencuci. Senyawa pembersih
(surfaktan, deterjen asam, natrium hidroksida) yang digunakan untuk pembersihan
peralatan pabrik susu akan menambah kebutuhan oksigen dari limbah.
Proses pengolahan limbah
industri susu dapat dilakukan dengan beberapa tahapan berikut :
·
Tahap 1 :
Proses equalisasi atau proses penyeragaman, yaitu proses pendahuluan yang akan
sangat membantu terhadap proses aerasi anaerob.
Gambar 13.
Alur proses pengolahan limbah cair industri susu
·
Tahap 2 : Proses
aerasi anaerob, yaitu proses yang bertujuan untuk menurunkan bahan-bahan organik
terlerut dan senyawa organik lainnya dengan bantuan bakteri anaerob.
·
Tahap 3 :
Proses aerasi, bertujuan untuk menurunkan bahan-bahan organik dan senyawa organik
lainnya dengan cara memasukkan oksigen secara terus menerus.
·
Tahap 4 :
Proses sedimentasi pertama, proses untuk mengendapkan lumpur yang dihasilkan
pada proses aerasi.
·
Tahap 5 :
Proses koagulasi-flokulasi, yaitu proses penambahan dosis koagulan dan
dilanjutkan dengan proses pengadukan untuk membentuk flok.
·
Tahap 6 :
Proses sedimentasi kedua, yaitu proses pengendapan terhadap flok yang terbentuk
pada tahap proses 5.
·
Tahap 7 :
Proses flotasi, yaitu proses pengapungan untuk meningkatkan laju pemindahan
partikel-partikel tersuspensi yang masih ada.
·
Tahap 8 :
proses sedimentasi ketiga, yaitu proses pengendapan partikel ringan.
·
Tahap 9 :
Proses penyaringan dengan pasir, untuk menyaring partikel halus.
·
Tahap 10 :
proses penyaringan dengan arang aktif, untuk menyerap bahan-bahan kimia yang
masih tersisa.
D. INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL LAUT
Limbah
cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat
pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada
tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Menurut River et al., (1998)
jumlah debit air limbah pada efluen umumnya berasal dari proses pengolahan dan
pencucian. Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari
pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah dan
potongan-potongan kecil ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi
pemasakan, dan air pendinginan dari kondensor.
Selanjutnya River et
al., (1998) menyatakan bahwa bagian terbesar kontribusi beban organik pada
limbah perikanan berasal dari industri pengalengan dengan beban COD 37,56
kg/m3, disusul oleh industri pengolahan fillet ikan salmon yang menghasilkan
beban limbah 1,46 kg COD/m3. Kemudian industri krustasea dengan beban COD yang
kecil. Perbandingan beban organik yang disumbangkan oleh industri pengalengan,
pemfiletan salmon dan krustasea adalah 74,3%, 21,6% dan 4,1%. Peneliti yang
lain juga melaporkan hal yang sama dengan indikator beban pencemar organik yang
lain yang berasal dari industri pengolahan perikanan. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 10.
Dalam beban cemaran
organik yang tinggi terkandung senyawa nitrogen yang tinggi yang merupakan
protein larut air setelah mengalami leaching selama pencucian, defrost
dan proses pemasakan. Limbah cair ini dikeluarkan dalam jumlah yang tidak sama
setiap harinya. Pada waktu tertentu dalam jumlah yang banyak tetapi encer
terutama mengandung protein dan garam. Pada waktu yang lain dikeluarkan limbah
cair dalam jumlah sedikit tetapi pekat yang mengandung protein dan lemak. Beban
limbah cair tersebut berbeda-beda tergantung jenis pengolahannya.
Tabel 10. Beban pencemaran limbah cair industri
perikanan
Pengolahan dengan cara
anaerobik telah digunakan sejak lama untuk menurunkan nilai BOD/COD yang
tinggi. Metode ini digunakan untuk mengolah limbah cair pengolahan cumi-cumi,
dan berhasil menurunkan BOD secara nyata mencapai 80% dengan laju peningkatan
lumpur yang tinggi juga. Balslev-Olesen et al. (1990) dan Mendez et
al. (1992) mendapatkan efisiensi penyisihan COD mencapai 75-80% dari limbah
pengalengan tuna dan kerang dengan beban limbah organik 4 kg/m3.hari. Kelebihan
dari pengolahan limbah dengan anaerobik :1) tidak diperlukan penambahan
nutrien, 2) ammonia yang diperoleh dari perombakan senyawa kaya protein
menyebabkan peningkatan alkalinitas dan membuat sistem menjadi lebih stabil
bila terjadi kelebihan beban organik. Berdasarkan hasil studi proses anaerobik
yang telah dilakukan, tidak ada yang melaporkan adanya penyisihan nitrogen.
Pengolahan dengan anaerobik merupakan hasil dari beberapa reaksi yaitu: beban
organik dalam limbah dikonversi menjadi bahan organik terlarut yang kemudian
dikonsumsi oleh bakteri penghasil asam, kemudian menghasilkan asam lemak mudah
menguap, karbondioksida dan hidrogen. Senyawa yang dihasilkan ini kemudian
dikonsumsi oleh bakteri penghasil metana, yang kemudian menghasilkan produk
akhir gas metana dan karbondioksida. Proses-proses ini dianjurkan untuk
diterapkan pada limbah yang mengandung beban organik yang tinggi.
Pengolahan biologis limbah
cair perikanan secara aerobik dapat dilakukan dengan sistem sebagai berikut:
sistem lumpur aktif, kolam aerasi, dan sistem media pertumbuhan (trickling
filter dan rotating disk contactor). Dalam memilih teknologi
pengolahan limbah cair perlu dipertimbangkan beberapa aspek (lahan, SDM,
kemampuan UPL menyesuaikan dengan irama produksi industri), karena setiap
industri memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
5.4 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI FARMASI
Kegiatan utama mengolah
bahan baku menjadi produk berupa obat atau bahan baku obat. industri farmasi
dalam proses produksinya menggunakan berbagai macam pereaksi kimia dan salah
satu industri yang menghasilkan mayoritasnya limbah cair. Maka diperlukan
adanya fasilitas atau instalasi pengolahan limbah sehingga pada saat ke
lingkungan limbah tersebut telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan.
Industri farmasi
adalah industri yang menghasilkan produk yang memiliki nilai terapetik bagi
manusia dan /atau hewan. Produk-produk tersebut antara lain:
•
Senyawa kimia dan
produk botani yang digunakan dalam pengobatan,
•
Sediaan farmasi (Tabelt,
kapsul, sirup, injeksi, salep, krim, infus, dll.),
•
Produk diagnostik in
vitro dan in vivo,
•
Produk biologi
seperti vaksin dan sera.
Jenis dan karakteristik
limbah limbah
industri farmasi tergantung dengan jenis industrinya, jenis industrinya antara
lain :
•
Industri Farmasi
Sintesis Kimia
Jenis,
komposisi dan jumlah limbah sangat kompleks dan beragam tergantung pada reaksi
kimia dan pemurnian yang terlibat dalam proses. Limbahnya mengandung
senyawa organik dan anorganik yang toksik, kandungan BOD dan COD tinggi. Limbahnya mengandung senyawa asam, basa, garam dan
katalis. Limbahnya juga mengandung pelarut organik yang digunakan dalam proses
pemurnian serta mengandung detergen yang digunakan dalam pencucian alat-alat.
•
Industri Farmasi
Ekstraksi Bahan Alam
Limbah dari industri farmasi jenis ini berupa limbah bahan padat tinggi
(ampas). Kadar BOD dan COD bias rendah, tetapi kandungan pelarut organiknya
tinggi karena adanya proses ekstraksi dari bahan alam tersebut. Berikut adalah
komponen limbah dari industri farmasi ekstraksi bahan alam :
-
Ampas bahan alam yang
digunakan
-
Pelarut-pelarut
-
Uap pelarut
-
Air limbah, berupa
air pencucian bahan dan peralatan serta tumpahan
•
Industri Farmasi
Fermentasi
Pada industri farmasi fermentasi memiliki karakter limbah dengan nilai
BOD dan COD tinggi. Komponen-komponen yang ada di dalam limbah industri farmasi
fermentasi mengandung :
-
Medium fermentasi
-
Sel dan misel dalam
bentuk padat
-
Pelarut organik untuk
ekstraksi
-
Senyawa kimia dan
pelarut pada pemurnian / kristalisasi
-
Air limbah, berupa
air pencucian bahan dan peralatan serta tumpahan
•
Industri Farmasi Formulasi Sediaan Farmasi
Limbah pada industri farmasi jenis ini relative sama dengan limbah domestik
atau limbah rumah tangga. Limbah mengandung komponen-komponen seperti :
-
Produk yang gagal dan
terbuang
-
Tumpahan bahan-bahan
-
Debu (pencampuran dan
pencetakan Tabelt)
-
Air buangan dari
pencucian alat dan sterilisasi
-
Buangan dari
laboratorium
-
Bahan kemasan yang
tidak terpakai
•
Riset dan
pengembangan
Pada bagian riset dan pengembangan limbahnya mengandung
senyawa organik dan anorganik, yaitu Bahan kimia, pelarut yang digunakan,
bangkai hewan, jaringan, dan air buangan cucian peralatan, alat laboratorium,
dll
Limbah industri farmasi dapat berupa
senyawa kimia toksik maupun non toksik, baik dalam bentuk padat, cair, maupun
uap. Namun kebanyakan limbah industri farmasi digolongkan sebagai limbah
berbahaya dan beracun serta membutuhkan pengolahan lebih lanjut untuk menghindari
resiko pencemaran lingkungan. Di samping komponen
yang umum terdapat dalam limbah industri, dalam limbah industri farmasi akan
terdapat senyawa obat yang terlibat dalam proses. Setelah masuk ke lingkungan
atau di tempat pengolahan limbah, obat akan mengalami hal sebagai berikut :
•
Mengalami
biodegradasi sempurna
•
Mengalami
biodegradasi sebagian atau menjadi senyawa lain (metabolit)
•
Tahan lama terhadap
penguraian (persisten)
Pemilihan
teknologi pengolahan limbah yang tepat dapat didasarkan pada :
•
Karakteristik limbah,
misalnya kandungan senyawa organik (BOD dan COD), bahan padat tersuspensi,
derajat degradabilitas, komponen toksisnya dan jumlah limbah yang dibuang per
harinya
•
Mutu baku lingkungan
terutama perairan tempat pembuangan limbahnya dan mutu baku limbah yang berlaku
•
Biaya operasional
pengolahan
•
Lahan yang harus
disediakan
Proses pengolahan air limbah industri farmasi dapat dilakukan dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1.
Pretreatment :
saringan kasar, pemisah pasir, bak penampung dan homogenizer aliran/pencemar,
pemisah lemak dan minyak
2.
Primary treatment :
proses netralisasi, koagulasi, flotasi, sedimentasi, dan filtrasi
3.
Secondary treatment :
untuk menurunkan organik terlarut, misalnya sistem lumpur aktif lagoon
anaerobik, aerated lagoon, stabilisasi, trackling filter
4.
Tertiary treatment :
klarifikasi dalam bentuk koagulasi dan sedimentasi, filtrasi, adsorpsi karbon
aktif, penukar ion, membran osmosis, desinfektasi, dan filtrasi membran
5.
Pengolahan lumpur :
misalnya dalam bentuk digestion atau wet combustion, pemekatan atau flotasi
lumpur, sentrifugasi, drying bed dan lagooning
6.
Pembuangan lumpur :
dalam bentuk pembakaran, insinerasi, sanitary landfill serta pembuangan ke laut
7.
Pembuangan effluent
(hasil pengolahan) misalnya ke sungai, danau, laut, ke dalam tanah, injeksi ke
sumur dalam, penguapan dan pembakaran
Untuk meminimalisasi limbah dapat
dilakukan dengan cara mengurangi sumber penghasil limbah (source reduction) dan
daur ulang (recycling and reuse). Pengurangan
sumber
limbah
dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :
•
Penggantian/substitusi
bahan baku untuk mengurangi jumlah, volume dan toksisitas limbah
•
Limbah yang
dikeluarkan digunakan kembali (re-use),
di daur ulang (recycling), atau
diambil kembali (recovery)
•
Modifikasi proses,
bertujuan untuk efisiensi proses yang potensial mengeluarkan limbah dan
sekaligus mengganti dan memutakhirkan proses yang ramah lingkungan
•
Good
Operating Practices, dapat membantu mengurangi
limbah dan kehilangan bahan yang tumpah, tercecer, dan bocor. Meliputi
materials handling, waste management and plan management
EVALUASI
Berikan contoh penjelasan tentang pengolahan limbah
pada industri-industri berikut :
Industri plastic
Industri pulp dan kertas
Industri petrokimia
Industri oil and gas
Obat pemecah warna air limbah
BalasHapus