Senin, 01 April 2013

diktat limbah chapter 5 end


Chapter 5 : Pengelolaan Limbah di Berbagai Industri
TINJAUAN MATA KULIAH
1.       Bab ini berisi tentang ulasan proses, karakter limbah dan pengelolaan limbah di berbagai industri, seperti industri logam, tekstil, pangan, farmasi, dll.
2.       Manfaat dan tujuan pembelajaran bab ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang pengelolaan limbah di berbagai industri.
5.1 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI LOGAM
Air limbah industri berbasis logam mempunyai sifat dan karakteristik berbeda-beda tergantung pada jenis proses yang digunakan. Umumnya limbah industri berbasis logam mempunyai sifat asam atau alkali yang mengandung sianida beracun dan logam. Pembuangan lemak dengan pelarut membuat pelarut itu sendiri menjadi limbah dan kebanyakan pelarut itu berbahaya terhadap lingkungan.
Salah satu contoh industri berbasis logam adalah elektroplating. Kegiatan elektroplating selain menghasilkan produk yang berguna, juga menghasilkan limbah padat dan cair serta emisi gas. Limbah padat berasal dari kegiatan polishing maupun penghilangan kerak, limbah cair berupa air limbah berasal dari pencucian, pembersihan dan proses plating. Air limbah yang dihasilkan banyak mengandung logam-logam terlarut, pelarut dan senyawa organik maupun anorganik terlarut lainnya.
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara fisika, kimia, elektrokimia, dan biologi. Jenis pengolahan yang digunakan tergantung dari karakteristik senyawa-senyawa yang ada pada air limbah. Pengolahan secara fisika didasarkan pada karakteristik fisika dari air limbah, dilakukan dengan cara sedimentasi, filtrasi, adsorpsi, evaporasi, penukaran ion, dan pemisahan menggunakan membran. Partikel-partikel padat dalam bentuk padatan tersuspensi dalam air limbah dapat diendapkan secara langsung berdasarkan gaya berat dan ukuran partikel. Ukuran partikel yang kecil sulit mengendap sehingga diperlukan penambahan koagulan seperti tawas (Alum), Ferisulfat, Poli aluminium klorida (PAC = Poly Aluminium Chloride). Dengan penambahan koagulan partikel-partikel akan menempel pada flok koagulan selanjutnya akan dapat mengendap. Pengaturan pH pada koagulasi ini dilakukan dengan penambahan soda atau kapur. Pengolahan dengan bantuan mikrobiologi dapat dilakukan untuk jenis air limbah yang mengandung senyawa organik mudah terurai (degradable). Senyawa-senyawa organik akan teruraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana. Adanya logam berat seringkali merupakan racun bagi mikroba, sehingga perlu dilakukan pengolahan pendahuluan dengan cara fisika sebelum dilakukan pengolahan secara biologi.

ELEKTROKOAGULASI
Koagulasi dan flokulasi adalah metode tradisional pada pengolahan air limbah. Pada proses ini bahan koagulan seperti alum atau feri klorida dan bahan aditif lain seperti polielektrolit ditambahkan dengan dosis tertentu untuk menghasilkan persenyawaan yang berpartikel besar sehingga mudah dipisahkan secara fisika. Ini merupakan proses dengan tahap yang banyak sehingga memerlukan area lahan yang luas dan ketersediaan bahan kimia secara terusmenerus (continous). Sebuah metode yang lebih efisien dan murah untuk mengolah air limbah dengan jenis polutan yang bervariatif serta meminimisasi bahan aditif adalah diperlukan dalam managemen keberlanjutan air. Elektrokoagulasi adalah metode pengolahan yang mampu menjawab permasalahan tersebut.
Proses elektrokoagulasi terbentuk melalui pelarutan logam dari anoda yang kemudian berinteraksi secara simultan dengan ion hidroksi dan gas hydrogen yang dihasilkan dari katoda. Elektrokoagulasi telah ada sejak tahun 1889 yang dikenalkan oleh Vik et al dengan membuat suatu instalasi pengolahan untuk limbah rumah tangga (sewage). Tahun 1909 di United Stated, J.T. Harries telah mematenkan pengolahan air limbah dengan sistem elektrolisis menggunakan anoda alumunium dan besi. Matteson (1995) memperkenalkan “Electronic Coagulator”dimana arus listrik yang diberikan ke anoda akan melarutkan Alumunium ke dalam larutan yang kemudian bereaksi dengan ion hidroksi (dari katoda) membentuk aluminium hidroksi. Hidroksi mengflokulasi dan mengkoagulasi partikel tersuspensi sehingga terjadi proses pemisahan zat padat dari air limbah. Proses yang mirip juga telah dilakukan di Brittain tahun 1956 (Matteson et al., 1995) hanya anoda yang digunakan adalah besi dan digunakan untuk mengolah air sungai.
Sekarang ini elektrokoagulasi telah dipasarkan oleh beberapa perusahaan di beberapa negara. Bermacam-macam desain telah dibuat namun tak ada yang dominan. Seringnya unit elektrokoagulasi digunakan untuk menggantikan bahan kimia dan jarang yang memanfaatkan gas hidrogen untuk proses flotasi. Sebuah arus yang dilewatkan ke elektroda logam maka akan mengoksidasi logam (M) tersebut menjadi logam kation (M+), sedangkan air akan mengalami reduksi menghasilkan gas hidrogen (H2) dan ion hidroksi (OH-). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
Kation menghidrolisis di dalam air membentuk sebuah hidroksi dengan spesies dominan yang tergantung pada kondisi pH larutan. Untuk kasus anoda alumunium maka reaksi yang terjadi adalah :
Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi beberapa partikel koloid dengan membentuk polivalen polihidroksi komplek. Senyawa komplek ini mempunyai sisi yang mudah diadsorbsi, membentuk gumpalan (aggregates) dengan polutan. Pelepasan gas hidrogen akan membantu pencampuran dan pembentukan flok. Flok yang dihasilkan oleh gas hidrogen akan diflotasikan kepermukaan reaktor.
Ada beberapa macam interaksi spesies dalam larutan pada proses elektrokoagulasi, yaitu:
1.       Migrasi ke elektroda yang bermuatan berlawanan (electrophoresis) dan penggabungan (aggregation) untuk membentuk senyawa netral.
2.       Kation atau ion hidroksi (OH-) membentuk endapan dengan polutan.
3.       Logam kation berinteraksi dengan OH- membentuk hidroksi, yang mempunyai sisi yang mengadsorbsi polutan (bridge coagulation)
4.       Hidroksi membentuk struktur besar dan membersihkan polutan (sweep coagulation)
5.       Oksidasi polutan sehingga mengurangi toxicitinya
6.       Penghilangan melalui elektroflotasi dan adhesi gelembung udara.
Proses ini dapat mengambil lebih dari 99% kation beberapa logam berat dan dapat juga membunuh mikroorganisme dalam air. Proses ini juga dapat mengendapkan koloid-koloid yang bermuatan dan menghilangkan ion-ion lain, koloid-koloid, dan emulsi-emulsi dalam jumlah yang signifikan. (Renk, 1989; Duffey, 1983; Fraco, 1974)
Aplikasi yang potensial pada bidang pertanian dan perbaikan kualitas hidup masyarakat pedesaan adalah untuk menghilangkan bakteri patogen dalam air minum dan untuk dekontaminasi air pencuci pada pemrosesan makanan.
Koagulasi adalah salah satu operasi fisiokimia terpenting yang digunakan dalam pengolahan air. Ini adalah sebuah proses yang digunakan untuk destabilisasi dan penggumpalan partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar. Kontaminan-kontaminan air seperti ion-ion (logam berat) dan koloid (organik dan anorganik) terdapat dalam larutan utamanya disebabkan oleh muatan listrik. Molekul koloid dapat didestabilisasi dengan cara menambahkan ion-ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid tersebut (Benefield, et al.,1982). Destabilisasi koloid tesebut akan menghasilkan flok dan kemudian dipisahkan dengan flotasi, sedimentasi dan/atau filtrasi.
Koagulasi dapat diperoleh dengan cara kimia maupun listrik. Koagulasi kimiawi sekarang ini menjadi kurang diminati karena biaya pengolahan yang tinggi, menghasilkan volume lumpur yang besar, pengelompokan logam hidroksida sebagai limbah berbahaya, dan biaya untuk bahan kimia yang membantu koagulasi. Koagulasi kimiawi telah digunakan selama puluhan tahun untuk mendestabilisasi suspensi dan untuk membantu pengendapan spesies logam yangterlarut. Alum, lime, dan/atau polimer-polimer lain adalah koagulan-koagulan kimia yang sering digunakan. Proses ini, bagaimanapun, cenderung menghasilkan sejumlah besar lumpur dengan kandungan ikatan air yang tinggi yang dapat memperlambat proses filtrasi dan mempersulit proses penghilangan air (dewater). Proses ini juga cenderung meningkatkan kandungan TDS dalam effluent, sehingga menyebabkan proses ini tidak dapat digunakan dalam aplikasi industri.(Benefield, 1982)
Elektro-koagulasi seringkali dapat menetralisir muatan-muatan partikel dan ion, sehingga bisa mengendapkan kontaminan-kontaminan, menurunkan konsentrasi lebih rendah dari yang bisa dicapai dengan pengendapan kimiawi, dan dapat menggantikan dan/atau mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang mahal (garam logam, polimer). Meskipun mekanisme elektro-koagulasi mirip dengan koagulasi kimiawi dalam hal spesies kation yang berperan dalam netralisasi muatan-muatan permukaan, tetapi karakteristik flok yang dihasilkan oleh elektro-koagulasi berbeda secara dramatis dengan flok yang dihasilkan oleh koagulasi kimiawi. Flok dari elektro-koagulasi cenderung mengandung sedikit ikatan air, lebih stabil dan lebih mudah disaring (Woytowich, 1993). Setelah pengolahan dengan cara elektrokoagulasi ini dapat dilanjutkan dengan pengolahan fisik secara flotasi.
Proses-proses lain diperlukan untuk menghilangkan minyak bebas yang tertinggal dari pemisahan secara gravitasi atau kandungan minyak teremulsikan. Flotasi merupakan salah satu metode terbaik untuk memisahkan atau menghilangkan minyak teremulsikan pada air limbah. Metode ini mampu bekerja pada konsentrasi minyak 5 – 100 mg/l. Proses flotasi terdiri dari pipa penghasil gelembung udara yang kemudian dilewatkan pada media air limbah sehingga terjadi gaya dorong ke arah permukaan. Ketika gelembung bergerak ke atas, gelembung mengikat partikel padat (solid) dan minyak untuk didorong ke permukaan. (Metcalf, 1991)

5.2 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL
Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasil kan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis.
Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang lebih besar. Beban tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton. Informasi tentang banyaknya limbah produksi kecil batik tradisional belum ditemukan.

Proses Pembuatan Tekstil
Serat buatan dan serat alam (kapas) diubah menjadi barang jadi tekstil dengan menggunakan serangkaian proses. Serat kapas dibersihkan sebelum disatukan menjadi benang. Pemintalan mengubah serat menjadi benang. Sebelum proses penenunan atau perajutan, benang buatan maupun kapas dikanji agar serat menjadi kuat dan kaku. Zat kanji yang lazim digunakan adalah pati, perekat gelatin, getah, polivinil alkohol (PVA) dan karboksimetil selulosa (CMC). Penenunan, perajutan, pengikatan dan laminasi merupakan proses kering.
Sesudah penenunan serat dihilangkan kanjinya dengan asam (untuk pati) atau hanya air (untuk PVA atau CMC). Penghilangan kanji pada kapas dapat memakai enzim. Sering pada waktu yang sama dengan pengkanjian, digunakan pengikisan (pemasakan) dengan larutan alkali panas untuk menghilangkan kotoran dari kain kapas. Kapas juga dapat dimerserisasi dengan perendaman dalam natrium hidroksida, dilanjutkan pembilasan dengan air atau asam untuk meningkatkan kekuatannya.
Penggelantangan dengan natrium hipoklorit, peroksida atau asam perasetat dan asam borat akan memutihkan kain yang dipersiapkan untuk pewarnaan. Kapas memerlukan pengelantangan yang lebih ekstensif daripada kain buatan (seperti pendidihan dengan soda abu dan peroksida).
Pewarnaan serat, benang dan kain dapat dilakukan dalam tong atau dengan memakai proses kontinyu, tetapi kebanyakan pewarnaan tekstil sesudah ditenun. Di Indonesia denim biru (kapas) dicat dengan zat warna. Kain dibilas diantara kegiatan pemberian warna. Pencetakan memberikan warna dengan pola tertentu pada kain diatas rol atau kasa.

Sumber Limbah
            Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia pengkanji dan penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, asam. Penghilangan kanji biasanya memberi kan BOD paling banyak dibanding dengan proses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang penting, yang menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam. Di Indonesia zat warna berdasar logam (krom) tidak banyak dipakai. Proses pencetakan menghasilkan limbah yang lebih sedikit daripada pewarnaan. Jenis-jenis limbah yang terkandung dalam keluaran proses-proses tersebut antara lain :
1. Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn.
2. Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing)
3. Pigmen, zat warna dan pelarut organik
4. Tensioactive (surfactant)

Penanganan Limbah
  1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
    • Pengukur dan pengatur laju alir
    • Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan
    • Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran
    • Pengurangan pemakaian air masing-masing proses
    • Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat
    • Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan (make-up) dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat penangas pemasakan atau penggelantangan)
    • Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu)
    • Pembilasan dengan aliran berlawanan
  2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus diperiksa pula :
    • Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
    • Penggelantangan dengan peroksida menghasilkan limbah yang kadarnya kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
    • Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.
  3. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya. Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.
  4. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit). Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi.
Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi yang telah terbukti efektif ialah laguna aerob, parit oksidasi dan lumpur aktif. Sistem dengan laju alir rendah dan penggunaan energi yang rendah lebih disukai karena biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik adalah cara yang murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat rendah, diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki daya kerjanya.
Untuk memperoleh BOD, COD, padatan tersuspensi, warna dan parameter lain dengan kadar yang sangat rendah, telah digunakan pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan menggunakan karbon aktif, saringan pasir, penukar ion dan penjernihan kimia.

Pemanfaatan Limbah
Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka sebagai pengganti dakron.
Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak mengandung krom atau logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas tanah. Jika lumpur mengandung logam, maka ia harus disimpan ditempat yang aman, sampai ada suatu tempat pengolahan limbah berbahaya yang dikembangkan di Indonesia, dan yang ada pada saat ini adalah Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3) di Cilengsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

5.3 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI PANGAN
            Limbah industri pangan pada umumnya merupakan limbah yang berbeban rendah dan mempunyai kuantitas volume yang tinggi. Berbeda dengan limbah industri peternakan yang merupakan sektor pangan juga, yaitu berbeban berat dan mempunyai kuantitas volume yang rendah. Pengetahuan atas sifat-sifat limbah ini ditujukan untuk menetapkan metode penanganan atau pembuangan limbah yang efektif dan juga untuk merancang fasilitas yang diperlukan untuk mengelola pengeluaran limbah tersebut. Hali ini diperlukan karena perlakuan yang tidak tepat untuk pengolahan limbah industri pangan ini akan menimbulkan bau dan polusi lainnya.
            Limbah cair pengolahan pangan memiliki karakteristik sebagai berikut :  mempunyai kandungan nitrogen rendah, BOD dan padatan tersuspensi tinggi dan berlangsung dg proses dekomposisi cepat. Limbah cair yang masih segar memiliki karakteristik pH yang mendekati netral dan selama penyimpanan pH mjd turun. Limbah pangan dihasilkan dari pencucian, pemotongan, blanching, pasteurisasi, pembuatan jus bahan mentah, pembersihan peralatan pengolahan dan pendinginan produk akhir.
            Sangat banyak industri yang bergerak di sektor pangan. Ada beberapa industri pangan yang umumnya menghasilkan limbah, industri-indutri tersebut antara lain :
·         Industri pengolahan buah dan sayur
·         Industri pengolahan daging dan unggas
·         Industri pengolahan  susu
·         Industri pengolahan hasil laut
·         Dll

A. INDUSTRI PENGOLAHAN BUAH DAN SAYUR
            Pada industri pengolahan buah dan sayur menghasilkan limbah yang bervariasi. Volume air limbah dan kekuatan organik mempunyai kisaran yang lebar dan bervariasi, karena adanya perbedaan cara pengolahan produk yang sama. Instalasi pengolahan limbah pada industri ini dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu untuk mengolah limbah dengan volume yang besar. Aliran limbah dan sifat polusi dari limbah dapat direduksi melalui proses operasi pengolahan yang ketat.
            Industri buah dan sayuran biasanya menghasilkan volume zat cair yang besar dan limbah padat. Effluennya mengandung beban organik tinggi, cleansing dan blanching agent, garam, dan padatan tersuspensi seperti serat dan partikel tanah. Limbah  mungkin juga mengandung residu pestisida dicuci dari bahan baku. Limbah padat utama adalah bahan organik, termasuk buah-buahan dan sayuran dibuang. Masalah Bau dapat terjadi karena manajemen yang  buruk.
Karakteristik limbah dari industri pengolahan buah dan sayur memiliki perbedaan yang disebabkan perbedaan jenis bahan baku, dan proses produksi yang dilakukan. Namun demikian terdapat persamaan yaitu mempunyai kadar pH yang tinggi karena penggunaan kaustik seperti alkali dalam proses pengupasan kulit. Karakteristik lainnya yang relatif sama yaitu kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari padatan tersuspensi dan bahan organik yang tinggi. Berikut ini ditampilkan tabel target buangan air limbah dari industri pengolahan buah dan sayuran. Adapun baku mutu limbah industri pengolahan buah dan sayur seperti yang di tampilkan oleh Tabel 8.
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah dari industri pengolahan buah dan sayur ini ada beberapa cara yang bias dilakukan, yaitu :
·         Mereduksi kebutuhan air segar
·         Upaya pemisahan limbah konsentrasi tinggi dengan separasi
·         Modifikasi proses untuk meminimumkan limbah
·         Pendididkan personalia mengenai pengendalian polusi dan penghematan air pH tinggi, karena penggunaan alkali dalam pengupasan kulit
Tabel 8. Target Buangan Air Limbah Industri Pengolahan Buah dan Sayuran
(milligrams per liter, kecuali pH)

B. INDUSTRI PENGOLAHAN DAGING
Kategori industri yang termasuk dalam pengolahan daging adalah industri yang melakukan kegiatan penyembelihan hewan, mengolah karkas menjadi daging segar, kaleng atau produk lainnya. Industri pengolahan daging berpotensi untuk menghasilkan limbah padat dan air limbah dalam jumlah besar dengan kandungan BOD dapat mencapai 600 mg/l. Pada proses pemotongan hewan BOD mencapai 8.000 mg/liter dan suspended solid (SS) mencapai 800 mg/liter atau lebih. Selain itu pada kegiatan ini juga dihasilkan bau yang menyengat.
Limbah cair Rumah Potong Hewan dihasilkan dari kegiatan pengkandangan dan pemotongan ternak. Dari pengkandangan ternak limbah cair dihasilkan dari kegiatan pencucian/sanitasi kandang, urine ternak dan air atau limbah cair yang terkontaminasi limbah padat (sisa pakan dan kotoran ternak). Karakteristik limbah cair yang biasa dikeluarkan oleh RPH dapat dilihat pada Tabel 9.
Dari kegiatan pemotongan ternak, limbah cair yang dihasilkan meliputi:
darah dari penyembelihan,
air limbah pencucian ruang pemotongan,
air limbah pencucian jeroan, dan
cairan rumen.

Tabel 9. Karakteristik Limbah Cair RPH

Berdasarkan karekteristiknya, limbah cair dari kegiatan RPH adalah mengandung bahan organik, padatan tersuspensi, lemak, nitrogen dan fosfor. Berikut ini ditampilkan karakteristik limbah cair RPH dari kegiatan pengkandangan dan pemotongan ternak.

C. INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU
            Sumber utama limbah cair industri susu adalah produk yang hilang selama operasi pencucian yang dilakukan secara intensif selama proses produksi. Limbah cair yang berasal dari industri susu karakteristiknya tidak jauh berbeda dari perusahaan makanan lainnya. Tetapi limbah cair yang berasal dari industri susu mempunyai karakteristik khas yaitu kerentanannya terhadap bakteri pengurai. Dengan demikian limbah cair industri susu akan mudah mengalami pembusukan.
Limbah susu terdiri dari susu penuh, whey dari produksi keju, dan air pencuci. Senyawa pembersih (surfaktan, deterjen asam, natrium hidroksida) yang digunakan untuk pembersihan peralatan pabrik susu akan menambah kebutuhan oksigen dari limbah.
Proses pengolahan limbah industri susu dapat dilakukan dengan beberapa tahapan berikut :
·         Tahap 1 : Proses equalisasi atau proses penyeragaman, yaitu proses pendahuluan yang akan sangat membantu terhadap proses aerasi anaerob.
Gambar 13. Alur proses pengolahan limbah cair industri susu

·         Tahap 2 : Proses aerasi anaerob, yaitu proses yang bertujuan untuk menurunkan bahan-bahan organik terlerut dan senyawa organik lainnya dengan bantuan bakteri anaerob.
·         Tahap 3 : Proses aerasi, bertujuan untuk menurunkan bahan-bahan organik dan senyawa organik lainnya dengan cara memasukkan oksigen secara terus menerus.
·         Tahap 4 : Proses sedimentasi pertama, proses untuk mengendapkan lumpur yang dihasilkan pada proses aerasi.
·         Tahap 5 : Proses koagulasi-flokulasi, yaitu proses penambahan dosis koagulan dan dilanjutkan dengan proses pengadukan untuk membentuk flok.
·         Tahap 6 : Proses sedimentasi kedua, yaitu proses pengendapan terhadap flok yang terbentuk pada tahap proses 5.
·         Tahap 7 : Proses flotasi, yaitu proses pengapungan untuk meningkatkan laju pemindahan partikel-partikel tersuspensi yang masih ada.
·         Tahap 8 : proses sedimentasi ketiga, yaitu proses pengendapan partikel ringan.
·         Tahap 9 : Proses penyaringan dengan pasir, untuk menyaring partikel halus.
·         Tahap 10 : proses penyaringan dengan arang aktif, untuk menyerap bahan-bahan kimia yang masih tersisa.

D. INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL LAUT
            Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Menurut River et al., (1998) jumlah debit air limbah pada efluen umumnya berasal dari proses pengolahan dan pencucian. Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah dan potongan-potongan kecil ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi pemasakan, dan air pendinginan dari kondensor.
Selanjutnya River et al., (1998) menyatakan bahwa bagian terbesar kontribusi beban organik pada limbah perikanan berasal dari industri pengalengan dengan beban COD 37,56 kg/m3, disusul oleh industri pengolahan fillet ikan salmon yang menghasilkan beban limbah 1,46 kg COD/m3. Kemudian industri krustasea dengan beban COD yang kecil. Perbandingan beban organik yang disumbangkan oleh industri pengalengan, pemfiletan salmon dan krustasea adalah 74,3%, 21,6% dan 4,1%. Peneliti yang lain juga melaporkan hal yang sama dengan indikator beban pencemar organik yang lain yang berasal dari industri pengolahan perikanan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Dalam beban cemaran organik yang tinggi terkandung senyawa nitrogen yang tinggi yang merupakan protein larut air setelah mengalami leaching selama pencucian, defrost dan proses pemasakan. Limbah cair ini dikeluarkan dalam jumlah yang tidak sama setiap harinya. Pada waktu tertentu dalam jumlah yang banyak tetapi encer terutama mengandung protein dan garam. Pada waktu yang lain dikeluarkan limbah cair dalam jumlah sedikit tetapi pekat yang mengandung protein dan lemak. Beban limbah cair tersebut berbeda-beda tergantung jenis pengolahannya.

Tabel 10. Beban pencemaran limbah cair industri perikanan
Pengolahan dengan cara anaerobik telah digunakan sejak lama untuk menurunkan nilai BOD/COD yang tinggi. Metode ini digunakan untuk mengolah limbah cair pengolahan cumi-cumi, dan berhasil menurunkan BOD secara nyata mencapai 80% dengan laju peningkatan lumpur yang tinggi juga. Balslev-Olesen et al. (1990) dan Mendez et al. (1992) mendapatkan efisiensi penyisihan COD mencapai 75-80% dari limbah pengalengan tuna dan kerang dengan beban limbah organik 4 kg/m3.hari. Kelebihan dari pengolahan limbah dengan anaerobik :1) tidak diperlukan penambahan nutrien, 2) ammonia yang diperoleh dari perombakan senyawa kaya protein menyebabkan peningkatan alkalinitas dan membuat sistem menjadi lebih stabil bila terjadi kelebihan beban organik. Berdasarkan hasil studi proses anaerobik yang telah dilakukan, tidak ada yang melaporkan adanya penyisihan nitrogen. Pengolahan dengan anaerobik merupakan hasil dari beberapa reaksi yaitu: beban organik dalam limbah dikonversi menjadi bahan organik terlarut yang kemudian dikonsumsi oleh bakteri penghasil asam, kemudian menghasilkan asam lemak mudah menguap, karbondioksida dan hidrogen. Senyawa yang dihasilkan ini kemudian dikonsumsi oleh bakteri penghasil metana, yang kemudian menghasilkan produk akhir gas metana dan karbondioksida. Proses-proses ini dianjurkan untuk diterapkan pada limbah yang mengandung beban organik yang tinggi.
Pengolahan biologis limbah cair perikanan secara aerobik dapat dilakukan dengan sistem sebagai berikut: sistem lumpur aktif, kolam aerasi, dan sistem media pertumbuhan (trickling filter dan rotating disk contactor). Dalam memilih teknologi pengolahan limbah cair perlu dipertimbangkan beberapa aspek (lahan, SDM, kemampuan UPL menyesuaikan dengan irama produksi industri), karena setiap industri memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

5.4 PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI FARMASI
Kegiatan utama mengolah bahan baku menjadi produk berupa obat atau bahan baku obat. industri farmasi dalam proses produksinya menggunakan berbagai macam pereaksi kimia dan salah satu industri yang menghasilkan mayoritasnya limbah cair. Maka diperlukan adanya fasilitas atau instalasi pengolahan limbah sehingga pada saat ke lingkungan limbah tersebut telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan.
 Industri farmasi adalah industri yang menghasilkan produk yang memiliki nilai terapetik bagi manusia dan /atau hewan. Produk-produk tersebut antara lain:
         Senyawa kimia dan produk botani yang digunakan dalam pengobatan,
         Sediaan farmasi (Tabelt, kapsul, sirup, injeksi, salep, krim, infus, dll.),
         Produk diagnostik in vitro dan in vivo,
         Produk biologi seperti vaksin dan sera.
Jenis dan karakteristik limbah limbah industri farmasi tergantung dengan jenis industrinya, jenis industrinya antara lain :
         Industri Farmasi Sintesis Kimia
Jenis, komposisi dan jumlah limbah sangat kompleks dan beragam tergantung pada reaksi kimia dan pemurnian yang terlibat dalam proses. Limbahnya mengandung senyawa organik dan anorganik yang toksik, kandungan BOD dan COD tinggi. Limbahnya mengandung senyawa asam, basa, garam dan katalis. Limbahnya juga mengandung pelarut organik yang digunakan dalam proses pemurnian serta mengandung detergen yang digunakan dalam pencucian alat-alat.
         Industri Farmasi Ekstraksi Bahan Alam
Limbah dari industri farmasi jenis ini berupa limbah bahan padat tinggi (ampas). Kadar BOD dan COD bias rendah, tetapi kandungan pelarut organiknya tinggi karena adanya proses ekstraksi dari bahan alam tersebut. Berikut adalah komponen limbah dari industri farmasi ekstraksi bahan alam :
-        Ampas bahan alam yang digunakan
-        Pelarut-pelarut
-        Uap pelarut
-        Air limbah, berupa air pencucian bahan dan peralatan serta tumpahan
         Industri Farmasi Fermentasi
Pada industri farmasi fermentasi memiliki karakter limbah dengan nilai BOD dan COD tinggi. Komponen-komponen yang ada di dalam limbah industri farmasi fermentasi mengandung :
-        Medium fermentasi
-        Sel dan misel dalam bentuk padat
-        Pelarut organik untuk ekstraksi
-        Senyawa kimia dan pelarut pada pemurnian / kristalisasi
-        Air limbah, berupa air pencucian bahan dan peralatan serta tumpahan
         Industri Farmasi Formulasi Sediaan Farmasi
Limbah pada industri farmasi jenis ini relative sama dengan limbah domestik atau limbah rumah tangga. Limbah mengandung komponen-komponen seperti :
-        Produk yang gagal dan terbuang
-        Tumpahan bahan-bahan
-        Debu (pencampuran dan pencetakan Tabelt)
-        Air buangan dari pencucian alat dan sterilisasi
-        Buangan dari laboratorium
-        Bahan kemasan yang tidak terpakai
         Riset dan pengembangan
Pada bagian riset dan pengembangan limbahnya mengandung senyawa organik dan anorganik, yaitu Bahan kimia, pelarut yang digunakan, bangkai hewan, jaringan, dan air buangan cucian peralatan, alat laboratorium, dll

Limbah industri farmasi dapat berupa senyawa kimia toksik maupun non toksik, baik dalam bentuk padat, cair, maupun uap. Namun kebanyakan limbah industri farmasi digolongkan sebagai limbah berbahaya dan beracun serta membutuhkan pengolahan lebih lanjut untuk menghindari resiko pencemaran lingkungan. Di samping komponen yang umum terdapat dalam limbah industri, dalam limbah industri farmasi akan terdapat senyawa obat yang terlibat dalam proses. Setelah masuk ke lingkungan atau di tempat pengolahan limbah, obat akan mengalami hal sebagai berikut :
         Mengalami biodegradasi sempurna
         Mengalami biodegradasi sebagian atau menjadi senyawa lain (metabolit)
         Tahan lama terhadap penguraian (persisten)
Pemilihan teknologi pengolahan limbah yang tepat dapat didasarkan pada :
         Karakteristik limbah, misalnya kandungan senyawa organik (BOD dan COD), bahan padat tersuspensi, derajat degradabilitas, komponen toksisnya dan jumlah limbah yang dibuang per harinya
         Mutu baku lingkungan terutama perairan tempat pembuangan limbahnya dan mutu baku limbah yang berlaku
         Biaya operasional pengolahan
         Lahan yang harus disediakan

Proses pengolahan air limbah industri farmasi dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1.       Pretreatment : saringan kasar, pemisah pasir, bak penampung dan homogenizer aliran/pencemar, pemisah lemak dan minyak
2.       Primary treatment : proses netralisasi, koagulasi, flotasi, sedimentasi, dan filtrasi
3.       Secondary treatment : untuk menurunkan organik terlarut, misalnya sistem lumpur aktif lagoon anaerobik, aerated lagoon, stabilisasi, trackling filter
4.       Tertiary treatment : klarifikasi dalam bentuk koagulasi dan sedimentasi, filtrasi, adsorpsi karbon aktif, penukar ion, membran osmosis, desinfektasi, dan filtrasi membran
5.       Pengolahan lumpur : misalnya dalam bentuk digestion atau wet combustion, pemekatan atau flotasi lumpur, sentrifugasi, drying bed dan lagooning
6.       Pembuangan lumpur : dalam bentuk pembakaran, insinerasi, sanitary landfill serta pembuangan ke laut
7.       Pembuangan effluent (hasil pengolahan) misalnya ke sungai, danau, laut, ke dalam tanah, injeksi ke sumur dalam, penguapan dan pembakaran

            Untuk meminimalisasi limbah dapat dilakukan dengan cara mengurangi sumber penghasil limbah (source reduction) dan daur ulang (recycling and reuse). Pengurangan sumber limbah dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :
         Penggantian/substitusi bahan baku untuk mengurangi jumlah, volume dan toksisitas limbah
         Limbah yang dikeluarkan digunakan kembali (re-use), di daur ulang (recycling), atau diambil kembali (recovery)
         Modifikasi proses, bertujuan untuk efisiensi proses yang potensial mengeluarkan limbah dan sekaligus mengganti dan memutakhirkan proses yang ramah lingkungan
         Good Operating Practices, dapat membantu mengurangi limbah dan kehilangan bahan yang tumpah, tercecer, dan bocor. Meliputi materials handling, waste management and plan management

EVALUASI
Berikan contoh penjelasan tentang pengolahan limbah pada industri-industri berikut :
Industri plastic
Industri pulp dan kertas
Industri petrokimia
Industri oil and gas

1 komentar: